Baju rompi terbuat dari bahan anyaman campuran tali serat kulit kayu, tali serat bunga anggrek dan tali rumput. Fungsi rompi adalah untuk melindungi bagian dada. Rompi ini biasanya disandang dari atas bahu. Bagian rompi yang jatuh dari atas bahu terbuat dari bahan lemas dan disematkan dengan tali dan lubang. Bahan rompi yang menutupi dada bersifat kaku. Rompi dalam arti itu bisa diuraikan sebagai benda rituil seperti yang sering diceritakan para antropolog dalam karya mereka tentang perang tradisional.

Alat pahat dengan gagang terbuat dari kayu. Motif-motif pada gagang ada yang berbentuk kepala , tubuh serta dua lengan manusia. Yang berbentuk tubuh manusia dihiasi dengan motif-motif berkotak-kotak yang merupakan kekhasan daerah asal buatan. Alat pahat itu sendiri dibuat dari logam dan diikatkan ke gagangnya dengan tali rotan.

Tongkat jalan terbuat dari kayu tua. Pada tongkat bagian atas terdapat ukiran figur manusia. Tongkat sendiri dihiasi dengan ukir-ukiran bermotif spiral. Pada tahun 70-an jenis tongkat ini diproduksi di musium universitas Abepura oleh sekelompok pemahat yang berkawan dengan Arnold Ab..

Kapak dengan gagang terbuat dari bahan kayu dengan kepala terbuat dari batu hitam. Kapak jenis tersebut dipakai untuk menebang pohon atau membelah kayu. Diperoleh pada tahun 1970-1972

'snelhoorn' terbuat dari bambu yang dihiasi ukir-ukiran bermotif. Pada bagian tengah benda 'snelhoorn' terdapat ruang kosong tak berhiasan, di bagian luar ruang kosong tersebut terdapat hiasan bermotif geometris yang berbayangan terbalik. Asal mula fungsinya snelhoorn adalah untuk menghasut kaum pemuda melakukan pengayauan. Diduga snelhoorn itu mulai diproduksi untuk orang putih yang bekerja di daerah itu setelah pengayauan tak terlaksana lagi..

Gendang (tifa) yang dipahat dari sebilah kayu utuh. Pada pegangan gendang terdapat ukir-ukiran berfigura . Kulit penutup gendang terikat ke tubuh gendang dengan tali-talian rumput. Gendang dipakai pada acara umum dan upacara tradisional.

Pinggan dari kayu untuk menyajikan makanan papeda (semacam bubur sago). Bagian bawahnya piring dihiasi dengan berbagai motif ukiran timbul dengan bagian dalamnya diwarnai putih memakai bahan kapur. Bentuk motif sepanjang kedua sisi piring mencitrakan binatang (buaya, cicak). Sedangkan motif di bagian cembung di bawahnya dengan tonjolan (untuk menggantungkan piring) mencitrakan seekor penyu. Pada pesta upacara para hadirin makan secara Pada pesta upacara para hadirin makan bersama-sama dari pinggan itu. Makanan papeda biasanya disajikan dengan ikan dan saos pedas.

Hiasan dinding dari kayu, berbentuk empat persegi dengan sisi atas yang melengkung dan dilengkapi ukiran berbentuk mata untuk menggantungkannya. Dalam bagian hiasan berbentuk persegi empat terdapat a.l. tiga buah hiasan ukiran relief bermotif spiral. Bagian yang lebih tinggi diwarnai hitam sedangkan yang lebih rendah diwarnai putih. Bagian belakang hiasan adalah polos. Hasil kerajinan ukiran ini berasal dari daerah Sentani, mungkin dimaksud sebagai hiasan dinding ( pada tahun 70-an papan kayu kecil jenis tersebut dengan motif berasal dari Sentani, Tanah Merah serta sejumlah daerah lain sering dibuat di musium universitas Abepura khusus untuk pasar wisata). Motif-motif yang digunakan tersebut pada umumnya tampil pada kapal perahu dan/atau gendang.

Sepasang anak panah dengan kepala terbuat dari kayu, satu di antaranya dilengkapi ruit. Kepala tersambung ke tangkai panah dengan rotan

Lembing dengan bagian ujung lancipnya dipasangi ruit. Bagian tengah lembing sebagian dihiasi ukiran timbul berbentuk dayung. Di berbagai tempat ditemukan sisa kapur